Expression of C@ndy...
Sabtu, 25 Februari 2017
Senin, 13 Februari 2017
Aku...
Aku (Chairil Anwar)
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Jumat, 27 Januari 2017
Wanita perkasa...
Jadilah Wanita maskulin. Wanita yg kuat, tangguh, dan bisa bertahan dalam cobaan apapun.
Wanita maskulin bukanlah wanita berotot atau cewek bercelana, berkemeja apalagi merokok. Dialah cewek tahan banting. Yang mengedepankan rasio. Berpikir dengan logika bukan perasaan. Aku ingin mencari, menemukan tepatnya mengidolakan. Lalu teringat mengapa susah2 mencari, my mom is the answer. All in one.
Sabtu, 21 Januari 2017
?
Papan tulis, kapur dan radio...
Aku hanya sehelai pekat yang terlihat bila kau ukir. Hanya dengan demikian aku tampak. Tapi entahlah bodohnya aku harus berdampingan dengan sebuah benda berisik yg sok tahu. Tak hentinya berkoar tentang apa saja. Bisakah sesekali ia mengerti duniaku yg tak banyak suara. Suara cemprengmu tak ubahnya alat musik usang kerap buatku seolah mengeretak. Meretakkan serat2 tubuhku yg merapuh, terendam nada2mu.
Seperti air dan ikan. Karena gerakmu aku hidup, demikian juga kamu dalam tenangku kau menari. Kita berjalan dan saling butuh tapi timpang. Dan anehnya tak ada yang tahu. Kalaupun ada yg tahu, seolah biasa.
Kalau hujan turun tampaklah separuh aku dan kamu. Yg sebenarnya tertutup pandangan. Walau demikian aku sedikit tersamar. Seolah itu aku yg menari. Aku menjadi kamu. Dan kamu berbaur didalamnya. Tahukah kamu, itu bukanlah aku. Barangkali itu hanya sebentuk kamuflase tentang aku. Aku tetaplah aku dalam tenang aku diam tersipu. Aku tidak akan bergolak tanpa kau hentak. Gejolak itu hanya karenamu yang berupaya menyentuhku. Kalau saja aku mampu merendammu, habislah semua. Sayang aku hanya mampu memendammu.
Aku hanya sehelai pekat yang terlihat bila kau ukir. Hanya dengan demikian aku tampak. Tapi entahlah bodohnya aku harus berdampingan dengan sebuah benda berisik yg sok tahu. Tak hentinya berkoar tentang apa saja. Bisakah sesekali ia mengerti duniaku yg tak banyak suara. Suara cemprengmu tak ubahnya alat musik usang kerap buatku seolah mengeretak. Meretakkan serat2 tubuhku yg merapuh, terendam nada2mu.
Seperti air dan ikan. Karena gerakmu aku hidup, demikian juga kamu dalam tenangku kau menari. Kita berjalan dan saling butuh tapi timpang. Dan anehnya tak ada yang tahu. Kalaupun ada yg tahu, seolah biasa.
Kalau hujan turun tampaklah separuh aku dan kamu. Yg sebenarnya tertutup pandangan. Walau demikian aku sedikit tersamar. Seolah itu aku yg menari. Aku menjadi kamu. Dan kamu berbaur didalamnya. Tahukah kamu, itu bukanlah aku. Barangkali itu hanya sebentuk kamuflase tentang aku. Aku tetaplah aku dalam tenang aku diam tersipu. Aku tidak akan bergolak tanpa kau hentak. Gejolak itu hanya karenamu yang berupaya menyentuhku. Kalau saja aku mampu merendammu, habislah semua. Sayang aku hanya mampu memendammu.
Langganan:
Postingan (Atom)